Hacked By XwoLfTn

Hacked By XwoLfTn – Tunisian Hacker

Posted in Kasus | Leave a comment

Moody Knowledge Management

Di dalam manajemen pengetahuan, menulis adalah salah satu metode untuk mengeksternalisasi pengetahuan tasit, yang tersimpan di dalam kepala, menjadi pengetahuan eksplisit, yang tertuang di dalam sebuah dokumen, agar dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Tahap eksternalisasi ini penting karena jika tidak dilakukan, maka perputaran spiral pengetahuan akan berhenti, dan secara otomatis pengetahuan juga akan rehat dari perkembangan.

Melakukan eksternalisasi pengetahuan adalah perkara yang gampang-gampang-susah. Biasanya, setiap individu memiliki alasannya sendiri-sendiri untuk perkara “gampang atau susah” tersebut. Untuk individu moody, jadi gampang kalau mood sedang baik dan susah kalau mood sedang jelek. Dan mood kedua inilah yang sedang melanda, sehingga otak serasa beku ketika memaksa diri menulis, seperti sekarang.

Pengaruh mood yang besar terhadap spiral pengetahuan ini kemudian membawa disiplin ilmu manajemen pengetahuan mendekat pada disiplin ilmu psikologi. Psikologi bertugas memberi solusi atas kebuntuan berpikir yang disebabkan oleh buruknyamood. Sedangkan manajemen pengetahuan bertugas mendokumentasikan solusi-solusi psikologis yang diberikan beserta efek-efek samping yang ditimbulkan, untuk kemudian diumpanbalikkan lagi pada psikologi agar dapat memberi solusi yang lebih baik di waktu mendatang.

Biasanya, kalau bertanya pada para psikolog mengenai hal ini, maka mereka akan menanyakan sumber mood jelek tersebut dan menyarankan untuk mengatasinya terlebih dahulu. Nah, sekarang bagaimana caranya untuk mengatasi jika tidak punya waktu? Waktunya diadakan? Tidak bisa. Kasus ini sangat ekstrim, sehingga tidak ada alokasi waktu sama sekali untuk menyelesaikan sumber mood jelek tersebut. Adakah jalan pintas?

sumber : http://satria.anandita.net/moody-knowledge-management.str

Posted in Kasus | Leave a comment

IMPLEMENTING KNOWLEDGE MANAGEMENT IN ACADEMIC LIBRARIES: A PRAGMATIC APPROACH, KNOWLEDGE MANAGEMNET AND ROLE OF LIBRARIES, KNOWLEDGE MANAGEMENT IN LIB

Abstrak

Kebutuhan akan informasi dalam era globalisasi semakin tinggi, diperlukan suatu terobosan yang dapat memudahkan perolehan informasi. Seiring dengan hal itu, berbagai metode dilakukan untuk mengembangkan pengetahuan dan informasi bagi masyarakat, salah satunya dengan model Knowledge Management, yang mengikutsertakan teknologi informasi di dalam pengolahan pengetahuan. Dalam dunia pendidikan, perpustakaan merupakan tambang sumber segala informasi, untuk itu di dalam perpustakaan perlu adanya suatu sistem informasi yang memudahkan bagi pengguna (terutama mahasiswa dan dosen) untuk mendapatkan referensi pengetahuan selengkap mungkin, akurat, dan cepat. Knowledge management diperlukan peranannya dalam pengembangan sistem informasi perpustakaan tersebut untuk menciptakan, menangkap, dan menggunakan kembali pengetahuan untuk mencapai tujuan. Dalam kasus ini, peran knowledge management di dalam perpustakaan dalam mengembangkan sistem informasi perpustakaan agar menunjang kegiatan pengembangan sumber daya manusia yang dapat mengikuti perkembangan teknologi dan tuntutan akan pengetahuan terkini.

Kata kunci : knowledge management, sistem informasi perpustakaan, perpustakaan

Pendahuluan

Perpustakaan adalah tempat paling penting dalam sebuah perguruan tinggi, bisa dikatakan bahwa perpustakaan adalah tambang dari keseluruhan pengetahuan. Hampir semua aktivitas kegiatan belajar mengajar dalam perguruan tinggi sangat bergantung pada perpustakaan. Fungsi perpustakaan terus berkembang tidak hanya sebagai tempat peminjaman buku, namun juga sebagai tempat yang dapat digali informasinya dari berbagai media, terutama media internet. Sumber-sumber noncetak seperti jurnal elektronik, database yang dapat diakses melalu media web. Kebutuhan terhadap informasi tersebut membutuhkan suatu dukungan teknologi informasi yang dapat membantu universitas menempatkan berbagai referensi pengetahuan bagi mahasiswa dan dosen untuk mendapatkan tambahan pengetahuan yang berkualitas. Di era globalisasi ini, pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang pendidikan sangat penting, terutama untuk mengembangkan suatu sistem pendidikan yang bermutu, salah satunya dengan model Knowledge management yang memungkinkan pengolahan pengetahuan lebih bermutu dan terjamin serta mampu mendukung sistem pendidikan keseluruhan. Dengan knowledge management dalam perpustakaan tentunya dapat membantu dalam mengumpulkan, mengidentifikasi pengetahuan yang potensial, dan mengelola keseluruhan pengetahuan yang berpotensi bagi kemajuan kualitas sumber daya manusia dalam perpustakaan. Pemanfaatan knowledge management dalam sistem informasi perpustakaan akan menguntungkan bagi universitas untuk mengembangkan suatu jaringan perpustakaan yang dapat menyediakan akses informasi dan pengetahuan 24 jam/7 hari seminggu, dapat diakses kapan saja, dan di mana saja, atau dengan kata lain sistem informasi perpustakaan dapat menawarkan layanan perpustakaan yang menembus ruang dan waktu.
Knowledge management pada mulanya diterapkan dalam dunia bisnis yang dapat membantu komunikasi dari top manajemen hingga ke bagian operasional untuk memperbaiki proses kerja, dan seiring dengan kecepatan perolehan informasi, knowledge management diterapkan pula pada bidang pendidikan (dalam cakupan perpustakaan) sebagai media penyebaran informasi secara tidak terbatas. Kebutuhan informasi dan pengetahuan yang terkait dengan kebutuhan masing-masing mahasiswa sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni berkembang sebagai akibat dari globalisasi yang mendorong munculnya internet sebagai jendela informasi dan pengetahuan yang menembus ruang dan waktu.
Teknologi informasi memainkan peranan penting dalam manajemen pengetahuan sebagai pemungkin proses bisnis yang bertujuan yang bertujuan untuk menciptakan, menyimpan, memelihara dan mendiseminasikan pengetahuan.

Munculnya Knowledge Management

Sejak awal tahun 90-an para pakar seperti Alvin Toffler (1990), Robert Reich (1991), James Brian Quinn (1992), dan Peter Drucker (1993) menekankan tentang pentingnya pengetahuan (knowledge) dalam masyarakat dan perekonomian (society and economy) di akhir abad ke-20 dan pada abad ke-21. Menurut Drucker, di era ‘knowledge society’, pengetahuan bukan semata sebagai salah satu sumberdaya (a resource) bersama faktor-faktor produksi tradisional lain seperti buruh, tanah, dan modal, melainkan satu-satunya sumber daya (the only resource).

Knowledge Management

Menurut Garner Group (Koina, 2004), manajemen pengetahuan adalah suatu disiplin yang mempromosikan suatu pendekatan terintegrasi terhadap pengidentifikasian, pengelolaan dan pendistribusian semua asset informasi suatu organisasi. Selanjutnya disebutkan bahwa informasi yang dimaksud meliputi database, dokumen, kebijakan, dan prosedur dan juga keahlian dan pengalaman yang sebelumnya tidak terartikulasi yang terdapat pada pekerja perorangan.
Dalam buku yang ditulis oleh Von Krough, Ichiyo, serta Nonaka (2000), dan Chun Wei Choo, (1998), disampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian knowledge adalah sebagai berikut:
1. Knowledge merupakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan (justified true believe);
2. Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan (tacit);
3. Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut;

Bersamaan dengan hal itu beberapa konsep knowledge management dapat mendasari suatu institusi pendidikan menerapkan suatu perpustakaan berbasis knowledge management, antara lain:

1. Knowledge management merupakan proses yang terus-menerus harus dilakukan sehingga proses tersebut akan menjadi satu budaya dari perusahaan tersebut, dan akhirnya perusahaan akan membentuk perusahaan yang berbasis kepada pengetahuan.
2. Knowledge management membantu organisasi untuk mengelola kemampuan tiap individu untuk sharing knowledge.
3. Organisasi harus mampu mengintegrasi, me-manage knowledge dan informasi terhadap lingkungan secara efektif.

Seperti diungkap di atas, Knowledge management lahir dari persoalan daya saing dan inovasi yang sedang dihadapi organisasi atau perusahaan disebabkan terjadinya perubahan paradigma bisnis yang telah menempatkan pengetahuan sebagai isu sentral kinerja organisasi. Di era ini, daya saing (competitiveness) ditentukan oleh sejauh mana perusahaan memiliki kemampuan inovasi terus-menerus (Porter, 1990; Nonaka & Takeuchi, 1995). Dimana kemampuan inovasi (innovativeness) ditentukan oleh seberapa besar organisasi itu memiliki cadangan pengetahuan, kemampuan belajar, dan seberapa intensif mau melakukan innovative activities.

Pengetahuan dapat dibagi 2 yang sebaiknya dimiliki oleh perpustakaan yakni berupa :
1. Tacit knowledge adalah pengetahuan yang berbentuk know-how, pengalaman, skill, pemahaman, maupun rules of thumb.
2. Explicit knowledge adalah pengetahuan yang tertulis, terarsip, tersebar (cetak maupun elektronik) dan bisa sebagai bahan pembelajaran (reference) untuk orang lain.

Tentunya kedua pengetahuan tersebut sama-sama bermanfaat bagi kebutuhan mahasiswa. Pengelolaan knowledge explicit lebih mudah dikarenakan sudah tercetak, dalam bentuk buku, jurnal, makalah, skripsi, maupun bentuk karya ilmiah tertulis, yang memudahkan bagi pihak pengguna perpustakaan untuk mendapatkan referensi informasi yang dibutuhkan. Sedangkan untuk pengelolaan tacit knowledge sangat sulit, karena beberapa hal seperti beberapa orang enggan untuk melakukan sharing knowledge kepada orang lain, alasannya cukup mudah bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang adalah kekuatan bagi orang tersebut, bila harus dilakukan sharing, hal tersebut sangat sulit, kecuali fenomena sekarang ini yang dapat tertuang dalam blog-blog yang dimiliki oleh orang yang ahli dalam bidang-bidang tertentu. Penggabungan kedua jenis knowledge di atas akan sangat membantu bagi pihak pengguna untuk melakukan studi banding atas berbagai pengetahuan dan menjadi acuan bagi perpustakaan untuk selalu menggali pengetahuan yang potensial dari beberapa dosen.

Informasi dan Pengetahuan

Ada beberapa pengertian informasi dan pengetahuan menurut beberapa tokoh diantaranya, Daniel Bell mendefinisikan pengetahuan sebagai satu set pernyataan terorganisir fakta atau gagasan, memberikan alasan penilaian atau hasil percobaan, yang ditularkan kepada orang lain melalui beberapa media komunikasi dalam beberapa bentuk yang sistematis. Informasi menurut Marc Porat menyatakan, bahwa informasi adalah data yang telah terorganisir dan dikomunikasikan sedangkan menurut Stephen Abram melihat bahwa proses penciptaan pengetahuan sebagai kontinuitas dimana data berubah menjadi informasi, informasi berubah menjadi pengetahuan untuk mendukung suatu kebijakan.
Informasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang kita bagi melalui beragam media komunikasi yang ada (Information is something that we share). Sedangkan Pengetahuan adalah sesuatu yang masih ada dalam pikiran kita (Knowledge is something that is still in our mind). Kemudian dapat disimpulkan, Informasi adalah Pengetahuan yang dibagi atau dikomunikasikan melalui beragam media yang ada (Information is shared knowledge).

Program-program knowledge management biasanya terkait dengan tujuan organisasi dan diarahkan untuk meraih hasil spesifik, seperti berbagi kecerdasan, meningkatkan kinerja, meningkatkan keunggulan kompetitif, atau mendorong inovasi pada aras yang lebih tinggi seperti dikemukakan oleh Nonaka dan Takeuchi [Nonaka, 1995], bahwa penciptaan pengetahuan adalah esensi dari inovasi.

Komponen Knowledge Management

1. Disadari bahwa penciptaan pengetahuan baru tak mungkin terjadi pada manajemen yang difahami selama ini yang terfokus pada pengelolaan informasi. Dibutuhkan adanya berbagai ‘enablers’ yang memungkinkan pengetahuan baru dapat tercipta setiap saat. Yang bertugas menyediakan enablers ini adalah para managers (Chief Knowledge Officer, CKO).

Beberapa fungsi CKO (Chief Knowledge Officer) adalah:
a) Menentukan visi (knowledge vision) yakni penentuan arah mengenai pengetahuan kayak apa yang harus diciptakan

b) Mendefinisikan terus-menerus knowledge assets agar tetap relevan dengan knowledge vision.
c) Menciptakan tempat bagi proses penciptaan pengetahuan baru dan memberinya energi agar tetap kondus
d) Mengarahkan dan menggalakkan SECI process.

2. Penentuan visi dan mendefinisikan terus-menerus knowledge assets merupakan peran top managers, sementara penciptaan Ba dan pengarahan serta penggalakan SECI process merupakan tugas seluruh manager dalam setiap lapisan.

3. Bukan saja bersifat fisik tapi juga virtual dan mental, dimana ketiganya bersifat saling melengkapi. Sekalipun teknologi intranet (virtual) sangat memungkinkan terjadinya tukar menukar pengetahuan (knowledge sharing) secara masiv, namun komunikasi interpersonal (fisik) tetap diperlukan terutama untuk saling tukar tacit knowledge. Sementara mental model dibutuhkan agar knowledge sharing, baik secara virtual maupun interpersonal, tidak mengalami hambatas psikologis. Ungkapan “the more digital, the more analog” menggambarkan bahwa semakin canggih penerapan suatu sistem informasi tehnologi dalam bisnis justru semakin membutuhkan kemampuan analisa menggunakan conventional analogue knowledge seperti insight tentang kebutuhan partner atau customer.

Pelayanan Perpustakaan

Kegiatan pelayanan perpustakaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi penyedia layanan dan dari sisi pemakai layanan. Dari sisi penyedia layanan, kegiatan pelayanan perpustakaan meliputi:
1. Pengadaan pustaka: pembelian, pelangganan, pencarian/pengumpulan.
2. Penyiapan pustaka: antara lain, pemberian label, dan katalogosasi.
3. Pemberian layanan: antara lain, penempatan pustaka di rak, pengeluaran pustaka untuk dipinjamkan (sirkulasi), dan seringkali pula: mencarikan pustaka atas permintaan pengguna layanan.
4. Pemeliharaan pustaka: perbaikan dari kerusakan, pemeliharaan agar tidak rusak, penyimpanan dalam media lain (misal: dari buku ke CD-ROM).

Selain itu, penyedia layanan juga menyediakan ruang beserta sarana-prasarana yang diperlukan untuk kegiatan penggunaan layanan perpustakaan.

Dari sisi pengguna layanan, terdapat beberapa kegiatan sebagai berikut:
1. Mencari pustaka: mencari dari katalog, menelusuri rak-rak buku.

2. Membaca/memanfaatkan pustaka (di ruang perpustakaan)
3. Meminjamkan pustaka (untuk dibawa ke luar perpustakaan)

Seringkali pengguna layanan juga melakukan kegiatan menyalin isi pustaka dengan cara menulis di buku catatannya atau mengfotokopi isi pustaka. Selain itu, sering pula pengguna layanan meminta bantuan staf perpustakaan untuk mencari pustaka. Pustaka yang dimaksud di atas meliputi media cetak (antara lain: buku, majalah, surat kabar), media elektronis (antara lain: berkas elektronis di disk, CD, internet) dan media foto/slide.

Seiring tuntutan kebutuhan pelayanan ditingkatkan dengan berbagai kemajuan, seperti adanya pelayanan akses antar perpustakaan yang menghubungkan berbagai universitas. Kebutuhan akan berbagai pengetahuan inilah yang mendorong perlu adanya tata kelola perpustakaan yang lebih memadai, salah satunya dengan upaya sistem informasi perpustakaan.

Dalam konteks makalah ini, yang dimaksud dengan peranan knowledge management bagi perpustakaan adalah dimana pemakai perpustakaan tidak hanya bisa menelusur katalog terpasang, tetapi juga secara interaktif dan aktif mencari informasi, terus termotivasi untuk belajar (membaca, berdiskusi, memberikan komentar), dan dimotivasi untuk mau berbagi pengetahuan. Bila knowledge management dijalankan dengan baik, akan menjadikan manusia-manusia produktif yang mampu melakukan perbaikan pada faktor-faktor sosial dan budaya masyarakat.
Yang harus diperhatikan adalah, orang akan termotivasi untuk belajar jika ia tertarik dengan apa yang akan ia pelajari (learning is remembering what you’re interested in). Karena itu, pustakawan perlu tahu dahulu bidang apa saja yang menjadi interes pemakai. Tiap orang mempunyai pola dan proses pembelajaran serta interes yang berbeda-beda. Untuk itu perlu ada penelitian yang mendalam tentang kebutuhan pemakai. Model penelitian kualitatif cocok untuk menggambarkan secara detail pola komunikasi dan pembelajaran pemakai perpustakaan.

Pemanfaatan Sistem Informasi Perpustakaan

Dari sisi penyedia layanan, pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan pelayanan perpustakaan meliputi:

1. Pengadaan bahan pustaka: pembelian, pelangganan, pencarian / pengumpulan, yakni pencarian informasi pustaka yang dijual oleh penerbit di dunia dapat dilakukan lewat akses internet; demikian juga, pemesanan maupun pembelian/pembayarannya dapat dilakukan lewat internet.

2. Penyiapan pustaka: antara lain, pemberian label dan katalogisasi, yakni penyiapan pustaka dapat lebih lancar dan terintegrasi dengan memanfaatkan perangkat lunak umum (olah kata dan olah angka) maupun dengan perangkat lunak yang khusus dibuat untuk mendukung pengolahan pustaka.

3. Pemberian layanan yakni pemberian layanan sirkulasi dan pencarian pustaka dapat didukung oleh suatu sistem informasi yang khusus dibuat untuk itu.

4. Pemeliharaan pustaka yakni penyimpanan pustaka dari bentuk buku ke dalam media berupa CD dapat dilakukan dengan teknologi komputer.

Dalam era informasi, perpustakaan saat ini telah mempunyai ruang-ruang komputer yang dilengkapi dengan jaringan komunikasi data (LAN dan akses internet) serta CD-ROM berisi informasi pustaka. Dari sisi pengguna layanan, kemajuan teknologi informasi perlu dimanfaatkan untuk mendukung beberapa kegiatan sebagai berikut:

1. Pencarian pustaka lewat katalog dapat dilakukan dengan bantuan suatu sistem informasi perpustakaan

2. Pembacaan/pemanfaatan pustaka (di ruang perpustakaan) tidak hanya dilakukan terhadap media cetak tetapi juga terhadap media elektronis (CD-ROM), disket, hardisk) dengan bantuan sistem komputer dan teknologi komunikasi data. Dengan memanfaatkan akses jarak jauh (LAN, WAN, Internet), pengguna layanan perpustakaan tidak harus berada dibangunan perpustakaan, tapi dapat berada dimanapun untuk membaca/memanfaatkan layanan perpustakaan (situasi ini biasa disebut sebagai virtual library.

3. Peminjaman pustaka di era informasi tidak lagi dibatasi oleh koleksi perpustakaan setempat, tapi mendunia (karena pustaka berupa berkas elektronis). Situasi seperti ini disebut sebagai library without walls.

Untuk menyalin isi pustaka elektronis (CD-ROM, berkas internet) dapat dilakukan dengan mengkopinya ke dalam storage media, seperti USB, Harddisk eksternal, maupun ke dalam memory card.

Pergeseran Fungsi Perpustakaan Seiring dengan Perkembangan Teknologi

Perubahan fungsi perpustakaan sebagai akibat dari perkembangan teknologi sangat bergantung pula pada partisipasi dan kerjasma berbagai komponen di dalamnya, meliputi dari staff karyawan, pustakawan, mahasiswa, dosen, rektor,dan pihak lainnya untuk mewujudkan suatu perpustakaan yang berbasis teknologi dan dapat menyediakan informasi kapanpun.
Dalam knowledge management terdapat beberapa tahapan agar suatu knowledge yang tersimpan dalam organisasi dapat dikelola dengan baik. Adapun tahapan dalam knowledge management tersebut meliputi :

1. Berbagi pengetahuan yang belum digali (tacit)
2. Menciptakan konsep
3. Membenarkan konsep
4. Membangun prototype
5. Melakukan penyebaran pengetahuan

Kesimpulan

Berdasarkan kajian di atas, dapat ditarik kesimpulan penerapan knowledge management di perpustakaan :
1. Knowledge management tidak dapat diterapkan secara terpisah dengan aktivitas operasional dan teknologi informasi, karena ketiganya saling berkaitan dan mendukung dalam upaya penciptaan institusi yang berwawasan pengetahuan.

2. Knowledge management yang terintegrasi dengan perpustakaan akan meningkatkan universitas mengembangkan mahasiswa untuk mengelola berbagai pengetahuan yang diperoleh dan selanjutnya dapat digunakan dalam lingkungan pendidikan secara keseluruhan.

3. Penerapan teknologi berbasis web menjadi faktor penting dalam penerapan knowledge management dan sistem informasi perpustakaan yang menghasilkan jaringan perpustakaan (perpustakaan digital).

4. Konsep knowledge management telah berhasil menjadikan sumber daya manusia sebagai penentu berkembangnya budaya belajar sehingga penggunaan knowledge dapat dilakukan dengan cepat seiring dengan kebutuhan informasi dan pengetahuan.

Daftar Pustaka

Implementing Knowledge Management In Academic Libraries: A Pragmatic Approach,
Knowledge Managemnet And Role Of Libraries,
Knowledge Management In Libraries In The 21th Century

sumber : http://leuwiliang-bogor.blogspot.com/2009/10/implementing-knowledge-management-in.html

Posted in Kasus | Leave a comment

Manajemen Pengetahuan Untuk Keunggulan Perusahaan

Pertanyaan soal bagaimana membangun keunggulan perusahaan sering diajukan oleh para praktisi bisnis dan akademisi. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa kemampuan perusahaan untuk memahami perubahan lingkungan kompetisi dalam sebuah industri, untuk selanjutnya dapat direspon dengan value proposition atau pilihan positioning dalam sebuah rangkaian rantai nilai (value chain) akan menentukan kinerja akhir perusahaan. Sedangkan sebagian lainnya berpandangan bahwa kemampuan membangun sumberdaya yang bernilai (valuable), langka (rare), tak dapat ditiru (in-imitable) dan tak tergantikan (non substitable) merupakan sumber utama keunggulan perusahaan pada industri apapun yang dipilihnya. Belakangan, kedua pandangan tersebut saling berinteraksi dan melengkapi satu sama lain (Amit dan Shoemaker, 1993; Hitt et. al., 2005). Kedua sudut pandang yang berbeda tersebut telah menjadi main stream ilmu manajemen stratejik dalam tiga puluh tahun terakhir dan mendapat perhatian secara bergantian. Sebelumnya Mintzberg et al. (1998) menyatakan bahwa terdapat sepuluh school of thoughts dalam penentuan strategi perusahaan untuk membangun keunggulannya, diantaranya; design school of thought, positioning school of thought, learning school of thought dan lain-lain.

Dari berbagai pandangan tersebut, satu hal yang menarik adalah terdapatnya kesamaan dalam melihat sumber atau penyebab dari perubahan dinamika industri dan strategi yang dijalankan perusahan. Hitt et. al. (2005) menyebut beberapa faktor diantaranya globalisasi dan digitalisasi, sejalan dengan Ohmae (1995) yang menyatakan globalisasi, liberalisasi perdagangan, teknologi informasi, dan industrialisasi. Ada kecenderungan pendorong perubahan lebih bersifat eksternal yang disebabkan oleh kondisi turbulensi dalam bidang teknologi dan pasar.
Selanjutnya, Leibold et al. (2005) menyebutkan beberapa tren yang terjadi pada perilaku organisasi perusahaan seperti: (i) perubahan apresiasi terhadap informasi menjadi knowledge dan wisdom; (ii) perubahan praktek birokrasi menjadi jejaring; (iii) orientasi pelatihan menjadi pembelajaran; (iv) lokal menjadi transnational/global dan bahkan metanational; (v) pemikiran tentang persaingan menjadi kolaborasi; dan (vi) hubungan organisasional secara tunggal menjadi ekosistem bisnis dengan stakeholder yang berbeda. Beberapa perkembangan tersebut diatas telah menyebabkan adanya kecenderungan perusahaan menciptakan dan menggunakan sumberdaya pengetahuan untuk membangun keunggulannya.

Banyak kalangan menilai bahwa sistem informasi telah menjadi salah satu faktor yang paling berperan dalam impelementasi manajemen pengetahuan yang berdampak pada kinerja perusahaan. Meskipun demikian, perkembangan manajemen pengetahuan sebagai sumber keunggulan perusahaan telah tumbuh dan menjadi kesadaran lama dari para pemikir manajemen (Polanyi, 1966; Nonaka dan Takeuchi, 1995). Dalam praktek manajemen pengetahuan, de Geus (1995) telah menjelaskan bagaimana keberhasilan Shell telah menjalankan praktek manajemen pengetahuan dengan menjalankan organisasi yang menjalankan prinsip-prinsip pembelajaran organisasional bagaikan makhluk hidup (living organism).

Apa sebenarnya manajemen pengetahuan (knowledge management) itu? Tulisan ini merupakan uraian akademis yang berusaha menjelaskan manajemen pengetahuan secara umum.

Manajemen Pengetahuan (knowledge management)
Pada tahun 1992, Bruce Kogut dan Udo Zander memperkenalkan kontribusi pemikirannya yang memperkuat pemikiran Michael Polanyi (1966) tentang pengetahuan sebagai sumberdaya organisasi yang paling menentukan kinerja organisasi. Polanyi (1966) membagi pengetahuan menjadi implicit (yang terdapat pada manual, sistem dan prosedur dan sejenisnya) dan tacit (yang terdapat pada pengalaman dan pengetahuan yang tidak tertulis lainnya). Menurutnya, ada dimensi yang tidak tertulis di dalam sistem dan prosedur perusahaan yang melekat pada setiap individu di dalam perusahaan. Kogut dan Zander (1992) menerjemahkan perlunya proses pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran internal dan eksternal kedalam sebuah konsep kapabilitas yang dikenal dengan combinative capabilities. Keduanya membedakan pengetahuan dari sisi informasi dan know-how.

Pemikiran Kogut dan Zander tersebut intinya menyatakan bahwa perubahan kondisi pasar harus dihadapi organisasi dengan menjalankan pengelolaan teknologi yang berbasis prinsip manajemen pengetahuan, baik yang berupa informasi maupun know-how, dimana pengetahuan menjadi sumberdaya yang menentukan keunggulan perusahaan. Pemikiran ini selanjutnya diperkuat oleh Senge (1990), Nonaka dan Takeuchi (1995) dan lain-lain. Oleh karena itu, pengetahuan baru harus dikembangkan terus menerus agar perusahaan mampu menciptakan keunggulan kompetitif pada lingkungan usaha masing-masing.

Meskipun resource-based view (RBV) telah berkembang tersendiri, sebagian peneliti berpandangan bahwa manajemen pengetahuan ini merupakan pengembangan dari RBV (Teece et al., 1997) yang merupakan perluasan dari kekuatan sumberdaya yang memiliki keunggulan penguasaan sumberdaya, diantaranya sumberdaya pengetahuan. Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995), manajemen pengetahuan didefinisikan sebagai: “proses penciptaan pengetahuan, teknologi dan sistem baru secara kontinyu, penyebaran secara luas melalui organisasi dan mewujudkannya dalam bentuk produk atau jasa baru dengan cepat, serta membuat perubahan dalam organisasi”.

Penulis mencatat bahwa Nonaka dan Takeuchi (1995) memperkuat pandangan Polanyi (1966) dan Kogut dan Zander (1992) yang menyatakan bahwa pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu:
(i) pengetahuan eksplisit (explicit knowledge), diekspresikan dalam bentuk kata-kata, nomor, bunyi, data, rumus, visual, audio visual, spesisfikasi produk, atau bentuk manual. Pengetahuan ini dapat ditransfer secara formal dan sistematis kepada individu dan kelompok; dan
(ii) pengetahuan implisit (tacit knowledge), tidak mudah dilihat dan diekspresikan. Tacit knowledge cenderung lebih bersifat personal, sulit untuk diformalkan, sulit untuk dikomunikasikan atau disebarkan kepada yang lain. Intuisi subyektif dan firasat merupakan bentuk tacit knowledge. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan mendasar dalam diri seseorang seperti cita-cita, nilai atau emosi.

Suatu organisasi membuat dan menggunakan pengetahuan dengan mengkonversi pengetahuan implisit menjadi eksplisit dan begitu sebaliknya. Selanjutnya Takeuchi and Nonaka (2004) mengidentifikasi empat gaya konversi pengetahuan, yaitu: (i) socialization (sosialisasi) dari tacit menjadi tacit. Merupakan pembuatan dan penyebaran tacit knowledge melalui pengalaman langsung, dari individu ke individu; (ii) externalization (eksternalisasi) dari tacit menjadi eksplisit. Merupakan artikulasi tacit knowledge melalui dialog dan refleksi, yaitu dari individu ke kelompok; (iii) combination (kombinasi) dari eksplisit ke eksplisit. Merupakan sistematika dan aplikasi pengetahuan eksplisit dan informasi, dari kelompok ke organisasi; dan (iv) internalization (internalisasi), dari eksplisit menjadi tacit, mempelajari dan memenuhi praktek tacit knowledge yang baru, dari organisasi ke individu.

Perspektif manajemen pengetahuan inilah yang memperkuat pandangan RBV, dimana aset spesifik perusahaan yang berupa sumberdaya dan kapabilitas yang unik dan sulit ditiru sebagai basis keunggulan, memasukkan unsur pengetahuan sebagai sumberdaya spesifik yang terus-menerus dapat dikembangkan di dalam perusahaan, dan potensial menjadi sumber inspirasi perubahan yang terus menerus. Pengetahuan adalah sumber utama terjadinya proses inovasi terus-menerus (Drucker, 1998) dan penguatan kompetensi (Sanchez dan Heine, 2004). Telah teruji bahwa menciptakan lingkungan perusahaan yang responsif terhadap berbagai pengetahuan baru akan menciptakan kinerja perusahaan yang lebih baik.

Basis Keunggulan Perusahaan
Menurut Kay (1993), perusahaan yang unggul adalah perusahaan yang mampu membangun daya saing yang berkelanjutan pada industri masing-masing, baik dalam konteks penerimaan pasar maupun dalam konteks kinerja keuangan yang memberikan shareholders value. Sedangkan menurut Hitt et al. (2005) perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif adalah perusahaan yang melampau (outperforming) pesaing-pesaingnya pada industri masing-masing. Selanjutnya, kinerja unggul yang dimiliki perusahaan hendaknya berkelanjutan dan dapat bertahan dalam periode waktu tertentu.

Dalam berbagai referensi manajemen stratejik, batasan keunggulan perusahaan biasanya dapat diukur melalui kinerja pemasaran (penjualan, pangsa pasar, customer value dan lain-lain) dan kinerja keuangan (return on assets, return on equity, free cash flow, dan lain-lain) pada periode tertentu. Belakangan pilar-pilar keunggulan lebih bersifat holistik, selain mencakup empat pilar organisasi, yakni pasar, keuangan, sumberdaya manusia dan proses yang terintegrasi dalam konsep balance score-card yang diperkenalkan oleh Norton dan Kaplan, dan stakeholder value yang merupakan integrasi kinerja finansial dan non finansial pada berbagai stakeholder perusahaan (Leibold, et al., 2005).

Setelah melakukan studi eksplorasi terhadap ratusan perusahaan di seluruh dunia, Peters dan Waterman (1982) mengajukan delapan basis keunggulan perusahaan yang berujung pada kinerja finansial dan pertumbuhan perusahaan, yakni: (i) a bias for action, pengambilan keputusan yang aktif dan pas; (ii) dekat dengan pelanggan, belajar dari pihak yang dilayani; (iii) otonomi dan kewirausahaan, melakukan inovasi dan mengembangkan sikap dan mental juara; (iv) produktifitas melalui manusia di dalam perusahaan; (v) hands-on and value driven; falsafah manajemen yang memandu kegiatan setiap hari, dengan komitmen penuh dari pimpinan; (vi) menekuni binis yang dikuasai; (vii) simple form, lean staff; dan (viii) simultaneous loose-tight properties, yang memungkinkan otonomi pada level-level operasional dengan sentralisasi pada nilai-nilai perusahaan. Uraian ini masih relevan untuk diterapkan pada prinsip-prinsip pengelolan perusahaan kontemporer, termasuk di Indonesia.

Pentingya visi dan kepemimpinan ditegaskan oleh hasil penelitian Collins dan Porras (1994) terhadap berbagai perusahaan yang telah unggul dan melewati usia lebih dari 50 tahun. Selanjutnya Collins (2001) memperkuat faktor kepemimpinan manajemen puncak terhadap pencapaian eksponensial perusahaan. Kepemimpinan tersebut mendorong para pimpinan perusahaan good companies untuk membangun kinerja perusahaan yang mencapai kinerja kumulatif tiga kali lipat dari kinerja kumulatif lima belas tahun kinerja sebelumnya untuk menjadi great companies. Para pimpinan tersebut memiliki ciri yang paradoksial sebagai paradoxial blend of personal humility and profesional will. Para pemimpin perusahaan dimaksud cenderung bercirikan membangun, menciptakan, mengkontribusikan daripada memperoleh, mengarapkan popularitas, kekuasaan dan sejenisnya. Inti dari hasil penelitian Collins (2001) tersebut adalah para pimpinan perusahaan lebih menjaga reputasi untuk membangun keagungan dirinya (personal greatness) dalam makna yang mendalam, ketimbang popularitas dan simbol-simbol keberhasilan yang bersifat temporer.

Berbagai uraian di atas menunjukkan pentingya visi, pandangan jangka panjang, kemampuan manajerial dan profitability yang berkaitan dengan keunggulan yang dihasilkan perusahaan. Berbagai penelitian terakhir perihal bagaimana kapabilitas organisasional terbentuk secara terus-menerus adalah melalui proses identifikasi, adopsi dan akumulasi pengetahuan yang telah dijalankan pada berbagai perusahaan besar di dunia, baik melalui akumulasi pengetahuan yang bersifat tacit maupun explicit (Takeuchi dan Nonaka, 2004). Dengan kata lain, akumulasi sumberdaya pengetahuan pada perusahaan dapat mendorong penguatan kapabilitas organisasional secara terus-menerus.

Catatan Penutup: Agenda Membangun Organisasi Pembelajar
Tulisan ini ditutup untuk mengajak para pemimpin bisnis untuk mulai membangun nilai-nilai organisasional yang dapat mendorong terjadinya pembelajaran organisasional di dalam perusahaan. Proses pembelajaran organisasional ini merupakan esensi dari manajemen pengetahuan yang telah teruji pada berbagai perusahaan besar seperti Shell, Apple, Microsoft, Holcim, Unysis dan lain-lain. Pada kasus Indonesia, Unilever dan Wijaya Karya adalah dua perusahaan besar yang sedang berusaha menjalankan manajemen pengetahuan.

Menurut Sinkula, Baker dan Noordewier (1997), nilai-nilai di dalam pembelajaran organisasional yang harus dikembangkan di dalam perusahaan adalah sebagai berikut: (i) adanya komitmen terhadap pembelajaran; (ii) keterbukaan pandangan manajemen dan karyawan; dan (iii) shared-vision yang dilakukan terus-menerus, hal mana ketiganya merupakan nilai-nilai yang dapat dibangun dan dikembangkan dalam perusahaan yang menjalankan prinsip-prinsip manajemen pengetahuan. Mari bangun nilai-nilai tersebut di dalam organisasi yang kita kelola, karena pengetahuan demikian luas dan terbuka untuk dapat diserap, ditransfer dan diasimilasikan kedalam kapabilitas organisasi untuk memanfaatkan berbagai peluang yang semakin terbuka kita hadapi pada era ekonomi baru dimana dunia semakin borderless. Welcome to the era of knowledge economy!

Sumber : http://ahmademye.blogspot.com/2007/06/knowledge-management.html

Posted in Kasus | Leave a comment

PENGARUH KNOWLEDGE SHARING ENABLERS TERHADAP KEMAMPUAN MENINGKATKAN KINERJA PERUSAHAAN (Studi Kasus : Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan)

Pengetahuan merupakan aset berharga bagi perusahaan untuk dapat bertahan dalam situasi persaingan yang semakin kompetitif. Dalam mekanisme peningkatan kinerja perusahaan, manajemen pengetahuan (knowledge management) berperan sebagai metode peningkatan produktifitas perusahaan melalui proses pengelolaan aset pengetahuan dalam perusahaan. Di mana kesuksesan suatu perusahaan dalam meningkatkan kinerja sangat dipengaruhi oleh proses knowledge sharing antarpegawai. Knowledge sharing merupakan kajian dalam knowledge management yang memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk dapat menciptakan perusahaan dengan keunggulan bersaing yang kompetitif melalui kemampuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dengan mengoptimalkan proses pengelolaan pengetahuan di dalam perusahaan. Berdasarkan hasil dari proses studi lapangan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa proses knowledge sharing antarpegawai di Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) lebih banyak terjadi karena motivasi internal pegawai. Namun, secara umum proses knowledge sharing dalam suatu perusahaan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor individu, faktor organisasi, dan faktor teknologi, yang dikelompokkan dalam konsep knowledge sharing enablers.
Survei terhadap 106 pegawai BPPP dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara knowledge sharing enablers terhadap proses knowledge sharing dan kemampuan meningkatkan kinerja perusahaan. Adapun metode pengolahan data yang digunakan untuk mengkaji model pengukuran dan hipotesis penelitian adalah SEM.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa satu dimensi dalam faktor individu (enjoyment in helping others) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proses knowledge sharing. Selain itu, hasil dari penelitian ini juga mengindikasikan adanya pengaruh yang signifikan antara proses knowledge sharing terhadap kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kinerja.
Penelitian selanjutnya dapat menambahkan dimensi lain dalam konsep knowledge sharing enablers yang dianggap berpegaruh terhadap proses knowledge sharing sehingga dapat diidentifikasi faktor-faktor lain yang memiliki pengaruh signifikan terhadap proses knowledge sharing.

sumber : http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?option=com_repository&Itemid=34&task=detail&nim=112050086

Posted in Kasus | Leave a comment

Welcome to Binusian Blog World !

Welcome to Binusian blog. This is your first post. Edit or delete it, then start blogging! Happy Blogging 🙂

Binusian Link

  • BEEBLOGGER FORUM
  • BINUS CENTER
  • BINUS CORPORATE
  • BINUS INTERNATIONAL
  • BINUS ONLINE LEARNING
  • BINUS BUSINESS SCHOOL
  • BINUS SCHOOL
  • BINUS UNIVERSITY
  • Posted in Binusian Blog | Leave a comment